Skip to main content

Cuti

Ungaran 7 November 2013

Hal : Permohonan Ijin Cuti

Saya hanya seorang murid yang masih menjalani tahap pembelajaran di dunia anda. Hari ini saya memohon cuti untuk tidak menerbitkan tulisan secara intensif. Ini bukan sebuah bentuk penolakan, kepasrahan dan ungkapan menyerah. Bagi saya kata-kata itu tak akan pernah mati, sebagai mana kasih sayang yang selama ini saya bina untuk terus menumbuhkannya. Saya bukannya impotensi menulis ataupun kehabisan ide.  Saya  hanya butuh semedi, bercengkerama dengan alam pikiran saya sendiri tanpa kata menuliskanya [lagi]. Saya merasa terlalu banyak kata yang keluar bersama sampah-sampah yang mungkin saya tidak sadari. 

Ternyata menulis dalam alam imajiner itu indah.  Lebih indah dari yang tak bisa digambarkan oleh kata. Kata itu merdeka, tapi imajinasi itu kemerdekaan abadi. Tanpa celah, tanpa lecet. Kesenangan penulis adalah ketika bisa menyatukan imajinasi dengan tulisan tanpa pergeseran sedikitpun. Saya mereka dibatasi oleh eksekusi. Sering saya mati rasa di sana!

Karena saya sedang mati rasa, saya butuh waktu untuk menghidupkan diri saya. Mungkin dengan berimajinasi dan menimba materi untuk beberapa hari, mohon pertimbangan agar saya tidak gila!

“Kenapa harus cuti?”
“Sudah saya kemukakan di surat saya kan, Pak?”
“Tapi saya tidak melihat permasalahan di surat yang kau buat.”
“Tapi saya merasa butuh cuti!”
“Saya tidak merasa begitu!”
“Lalu?”
“Kembalilah menulis!”
Saya menghela nafas.
“Apa kamu impotensi?”
“Bukan Pak, bukan seperti itu.  Saya sudah bilang tidak soal impotensi.”
“Lantas?”
“Saya sedang krisis, Bapak pasti tau maksud saya dan pasti pernah mengalami hal serupa.”
“Iya, karna itu saya tidak memberi cuti!”
“Hufftt.....,” kembali saya kesal.
“7 hari ini kamu kemana?”
“Tidak kemana-mana.”
“Menulis?”
“Iya, tapi unpublish!”
“Kenapa?”
“Karena isinya terlalu pribadi, kebanyakan curahan hati dan menyeret nama orang-orang tertentu.”
Diary?”
“Bisa iya, bisa tidak.”
“Oke perbaikilah diary-mu untuk lebih elegan agar bisa publish, singkirkan perasaanmu, aku merasa tak ada masalah denganmu,”
Kembali dia berkata,
“Tapi tetap tidak boleh cuti, titik.”
Saya tidak melihat celah dari ke dua matanya, karena itulah saya berusaha pasrah.
“Huuffft....baiklah.....”
Saya melangkah ke luar ruangan gontai.

Comments

Popular posts from this blog

China Diserang Pneumonia, Indonesia Tak Perlu Panik!

Unsplash.com/Diana Polekhina Pasca membaik dari Covid 19, publik kembali dikhawatirkan dengan berita munculnya wabah baru Pneumonia. Entah kebetulan atau bukan tapi wabah ini lagi-lagi datang dari negara tempat bermulanya Covid 19 yaitu China. Kasus pneumonia ini pertama dilaporkan pada 13 november 2023 lalu. Global times menyebut rumah sakit anak di China sudah kewalahan menerima pasien yang berjumlah rata-rata mencapai 9378 setiap harinya. WHO sendiri mengaku memantau mengenai peningkatan pneumonia yang sedang terjadi di China.  Prof Francois Balloux dari University College London menyebut adanya istilah hutang imunitas. Lockdown yang terjadi ketika covid 19 memicu fenomena keluarnya gelombang infeksi pernapasan. China sendiri diketahui melakukan lockdown lebih lama dibanding dengan negara-negara lain sehingga potensi terpaparnya akan lebih besar. Menanggapi fenomena yang tejadi di negaranya, Mi Feng selaku Komini Kesehatan Nasional menyampaikan bahwa pihaknya telah mengupayakan bebe

Jurus Anti Rugi Hidup di Era Digital!

      Sumber : Doc.Pribadi/irerosanaullail   Rugi banget kalau kita hidup di era digital dengan segala kemajuan dan kemudahan dalam berbagai hal tapi kita malah memilih rebahan di rumah dan menjadi penonton serta penikmat dari buah kemajuan tersebut. Kenapa tidak mencoba mengambil peran dan memaksimalkan diri di era ini?! Mulai berbisnis contohnya. Era digital bisa dibilang sangat ramah kepada para pebisnis. Maraknya sosial media serta keberadaan aneka marketplace memudahkan para pelaku bisnis pemula untuk memasarkan produk-produknya. Tentunya kesempatan ini amat sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Salah satu bisnis yang cukup diminati di era digital adalah kuliner. Bisnis kuliner digadang-gadang tidak akan pernah mati. 271 juta jiwa penduduk Indonesia butuh makan untuk melanjutkan hidup. Itulah salah satu alasan mengapa bisnis kuliner akan senantiasa panjang umur. So , tidak ada salahnya jika kita juga melirik bisnis ini. Masalahnya adalah, apa yang ingin dijual? Di sin

100 Blogger dan Sejuta Optimisme dalam Anniversary ke 9th Bloggercrony

  dokpri/irerosana “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok. Belajarlah seolah-olah kamu hidup selamanya.” Itulah quotes yang menjadi pecutan saya untuk terus mengembangkan diri khususnya di dunia tulis menulis. Menjadi seorang blogger memang dituntut untuk terus belajar dan belajar karena itulah salah satu amunisi yang bisa kita pakai untuk bisa terus menulis. Belajar tidak melulu harus di depan buku dan laptop. Berinteraksi dan berkumpul antar sesama blogger pun bisa menjadi jalan untuk menambah ilmu. Keyakinan itulah yang saya bawa ketika hadir pada perayaan 9 tahun Bloggercrony yang diadakan di Carro Indonesia Pondok Indah. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjalin relasi serta menimba ilmu dengan bertemu kurang lebih 100 blogger dari berbagai daerah di Indonesia. Usia saya di Bloggercrony memang masih seumur jagung, baru beberapa bulan bergabung dan bahkan belum genap setahun. Ibarat bayi saya masih belajar untuk merangkak secara tegak. Karena itulah perayaan